Puisi AI Lebih Disukai Dibandingkan Puisi Manusia dalam Studi Baru

Image by pikisuperstar, from Freepik

Puisi AI Lebih Disukai Dibandingkan Puisi Manusia dalam Studi Baru

Waktu baca: 3 Mnt

Penelitian menunjukkan bahwa orang sering lebih memilih puisi yang dihasilkan oleh AI, seringkali salah mengidentifikasinya sebagai karya manusia karena kejelasan dan aksesibilitasnya.

Sedang terburu-buru? Berikut Ringkasan Cepatnya!

  • Puisi AI sering dianggap lebih “mirip manusia” daripada karya-karya penyair sungguhan.
  • Puisi manusia kurang mudah diakses, sering menggunakan metafora kompleks dan makna berlapis.
  • Pembaca salah menginterpretasikan preferensi mereka untuk puisi AI sebagai bukti bahwa penulisnya adalah manusia.

Penelitian terbaru menunjukkan tren yang mengejutkan dalam puisi: orang tidak lagi dapat membedakan dengan pasti antara puisi yang dihasilkan oleh AI dan karya-karya dari penyair manusia terkenal.

Faktanya, non-ahli seringkali memandang puisi yang dihasilkan AI lebih “manusia” daripada puisi yang ditulis oleh penyair sebenarnya. Fenomena ini mencerminkan temuan serupa di bidang lain dari AI generatif, di mana konten yang dihasilkan mesin tampak lebih manusiawi daripada karya yang dibuat manusia.

Studi ini juga menyoroti preferensi untuk puisi AI dibandingkan puisi yang ditulis manusia. Peserta secara konsisten memberi penilaian lebih tinggi pada puisi AI di berbagai metrik, termasuk resonansi emosional, kejelasan, dan komunikasi tematik.

Preferensi ini membantu menjelaskan mengapa banyak yang percaya bahwa puisi AI ditulis oleh manusia; para peserta menganggap mereka lebih mungkin menikmati karya yang ditulis oleh manusia dan salah mengaitkan kesenangan mereka dari puisi AI dengan kreativitas manusia.

Faktor kunci yang mendorong preferensi ini tampaknya adalah aksesibilitas. Puisi yang dihasilkan AI itu sederhana, dengan tema dan emosi yang jelas yang resonan dengan pembaca non-ahli.

Sebagai contoh, sebuah puisi yang dihasilkan oleh AI dengan gaya Sylvia Plath menyampaikan kesedihan secara langsung, sementara yang lain meniru Walt Whitman merayakan keindahan alam.

Sebaliknya, puisi manusia sering menampilkan metafor yang kompleks dan membutuhkan analisis yang mendalam. Misalnya, The Boston Evening Transcript karya T.S. Eliot mengkritik sebuah koran zaman dulu menggunakan perbandingan bertingkat dan referensi sejarah, yang mungkin menjadi tantangan bagi pembaca casual untuk memahaminya.

Kesederhanaan ini membuat puisi yang dihasilkan AI lebih mudah dinikmati, terutama bagi pembaca yang tidak memiliki waktu atau kecenderungan untuk analisis yang lebih mendalam.

Namun, kemudahan interpretasi ini mungkin datang dengan biaya pengorbanan terhadap kedalaman dan ambiguitas yang banyak dinilai dalam puisi manusia. Meskipun puisi AI secara efektif mengkomunikasikan suasana dan tema, mereka kekurangan lapisan yang rumit yang seringkali mendefinisikan kreativitas manusia.

Temuan ini menekankan bagaimana harapan pembaca membentuk persepsi mereka. Banyak peserta meremehkan kemampuan AI untuk menciptakan puisi yang mereka nikmati, yang mengarah pada salah penilaian tentang kepemilikan karya.

Hasil penelitian juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana masyarakat akan beradaptasi dengan sistem AI yang semakin canggih. Misalnya, model AI sebelumnya seperti GPT-2 menghasilkan puisi yang dapat dibedakan, tetapi model-model baru, seperti ChatGPT-3.5, telah memudarkan batas-batas ini.

Penulis mencatat bahwa temuan-temuan ini spesifik untuk model bahasa generatif terbaru dan mencerminkan keyakinan dan bias saat ini tentang teks yang dihasilkan oleh AI.

Seiring munculnya model-model baru dan konten yang dihasilkan oleh AI semakin meluas, persepsi tentang apa yang “terdengar manusiawi” dalam puisi atau teks lainnya kemungkinan akan berkembang. Ekspektasi tentang perbedaan kualitatif antara teks yang dihasilkan AI dan teks yang ditulis manusia juga mungkin akan berubah seiring waktu.

Seiring berkembangnya AI, penulis mencatat bahwa ada kebutuhan yang semakin meningkat akan transparansi dalam konten yang dihasilkan AI. Pemerintah di AS dan EU telah mengusulkan regulasi pengungkapan untuk karya yang dihasilkan AI, namun studi menunjukkan bahwa pengguna sering kali mengabaikan label semacam itu.

Menemukan cara yang efektif untuk menginformasikan pembaca tentang keterlibatan AI tetap menjadi tantangan mendesak di tengah pesatnya kemajuan teknologi.

Anda suka artikel ini? Beri Rating!
Saya sangat tidak menyukainya Saya tidak begitu menyukainya Okelah Cukup bagus! Suka sekali!

Kami senang kamu menyukai artikel kami!

Sebagai pembaca yang budiman, maukah Anda memberikan ulasan di Trustpilot? Ini tidak lama dan sangat berarti bagi kami. Terima kasih sekali!

Beri kami peringkat di Trustpilot
0 Rating dari 0 pengguna
Judul
Komentar
Terima kasih atas feedback Anda
Loader
Please wait 5 minutes before posting another comment.
Comment sent for approval.

Berikan komentar

Loader
Loader Tampilkan selengkapnya...